Blog ini hanya sekedar sampah, tulisan sinting, ide gila, coretan belepotan yang ditulis oleh seorang gadis berotak miring yang ngakunya nge-rock tapi ternyata gak lebih sekedar gadis lebai dan cengeng.. d a y e n d - r o c k z - d a y e n d - r o c k z - d a y e n d - r o c k z

Sunday, May 3, 2009

Cerpen`Quw tentang DIA dahuLu..

SEPENGGAL KISAH LEMBARAN BARU

By : Dayend

Langit malam telah datang menghampiriku. Kabut malampun telah datang menemaniku. Sepi, sunyi hatiku, diselimuti dinginnya malam ini. Pikiranku bergelayutkan perasaan bimbang. Aku bingung apa yang harus aku lakukan?

Aku menghempaskan tubuh diatas kasur setelah selesai mengerjakan salat Isya. Kulirik jam beker yang nangkring diatas meja belajarku. Jam setengah 10 malam. Aku ingin menulis. Tapi aku ngantuk sekali. Kupaksakan mataku tak terpejam. Aku ingin menuliskan sebuah puisi. Kuambil buku diariku. Aku ingin melimpahkan segala perasaanku dalam selembar kertas yang kusam ini. Aku mulai menulis dan terus menulis. Melaui goresan pena disudut lembaran, kuteruskan untuk menulis. Kulukiskan kata-kata yang tersembunyi didalam hatiku.

Kamar`quw, 18 Oktober 2006

Aku mencari bayanganmu dalam gelap malam.

Saat rembulan yang tak kunjung muncul.

Ataukah malam yang bergerak lambat?

Aku mencari namamu dalam setiap pikirku.

Sebait kata yang telah memberiku harapan.

Menjanjikan cinta tuk jadi kenyataan.

Aku mencari hatimu dengan cintaku.

Yang telah singgah dan bermain-main dalam bayangan hari-hariku.

Membuat aku terpesona atas lisan cinta yang telah kau lontarkan.

”Tut-tut tut-tut...” Aku terhentak kaget mendengar suara handphoneku berbunyi. Lamunanku buyar. ”Padahal lagi asik-asik ngelamun juga, siapa sih yang sms malem-malem.” Ngomel ku dalam hati. Kulirik kembali jam bekerku. ”Wew, udah jam 11 malem.” Kuambil HPku yang masih tersimpan didalam tasku. Ada sms dari Putra. Rasa kesalku berganti riang. Dia mengucapkan met tidur untukku. Aku jadi cengar-cengir sendiri.

Dia datang menaburkan benih-benih cintanya yang ia tanamkan dalam pohon hatiku. Akarnya sudah menjalar panjang. Menerobos hingga perut bumi. Rantingnya semakin banyak. Daunnya menjadi lebat. Menjadi semakin bertambah tiap harinya. Seperti perasaan cintaku yang telah ia tanamkan dilubuk hatiku ini. Tiap hari akan menjadi semakin bertambah. Jikalau dirawat dengan baik dan penuh cinta.

Satu bulan sudah aku jadian dengan Putra. Dalam waktu satu bulan itu, ia sudah cukup membuat aku jatuh cinta. Semua kasih sayang, perhatian dan cinta yang ia berikan sudah cukup membuat aku bahagia. Dia memberikan semua impianku, yang tak pernah aku dapatkan dari pacar-pacarku sebelumnya.

* * * * * * *

Saat tergabung dalam kepanitiaan makrab, aku sebagai sekretaris umum panitia diwajibkan mengenal seluruh panitia. Aku memperhatikan cowok itu. Akhir-akhir ini aku sering melihatnya dalam kepanitiaan. Tapi aku tidak mengenalnya. Sepertinya sih baru masuk jadi panitia. Tapi ada yang aku herankan darinya. Dia hanya dekat dengan 1 orang panitia cewek, namanya Ani. Dimanapun ada cewek itu pasti ada dia. Emang ada hubungan apa sih antara Ani dan dia. Yang kutahu, Ani kan udah punya pacar.

Aku melihatnya dengan angkuh. Wah, anaknya kayanya sombong banget. Gimana caranya aku mau nyomblangin cowok itu dengan temanku. Masa temenku ada yang naksir cowok kaya gitu. Kata temenku itu sih, dia anaknya baik kok. Tapi diantara semua panitia cowok yang sering aku lihat dan temui, aku belum pernah ngobrol sama dia. Kalo ketemu ajah gak pernah senyum, apalagi nyapa...

Aku dan temanku sering berbagi cerita. Dia sering menceritakan sosok cowok itu. Sedangkan aku sendiri, lebih suka menceritakan tentang Andi, seorang panitia yang aku sukai.

Waktu sudah menunjukkan jam setengah 9 malam. Sudah seharian ini aku di kampus. Ngapain? Kuliah? Ya nggak donk, ini kan masih liburan semester. Hehehe. Aku masih di sibukkan dengan setumpuk kertas-kertas pendaftaran mahasiswa baru yang ikut kegiatan makrab. Sudah seharian ini aku duduk di depan komputer sekre. Merekap ulang data-data mahasiswa baru. Ya beginilah nasib sekretaris tunggal. Dalam hati kadang aku sering mengumpat, “Sialan tuh ketua panitianya, masa gw gak dikasih staff. Kalo bukan Kk angkat gw, udah gw …(sensor) tuh ketua .”

Aku masih menunggu Arie untuk mengantarku pulang ke kost-kostan. Gak tau tuh si Arie masih betah amat ngobrol di sekre.

”Arie, ayo donk katanya mau nganterin aku pulang?” Tanyaku lagi, setelah dari tadi aku ngajakin Arie pulang tapi jawabnya hanya, ”Ntar dulu Sel...”

Tapi tiba-tiba Arie melimpahkannya kepada orang lain. ”Oh iya, pulang sama Putra ajah ya, kan satu jurusan, kost-kostannya deket kan?”

Bungkaman suara yang tak pernah ku dengar itu akhirnya terucap juga dari mulutnya. ”Emang kamu kostnya dimana?”, tanya Putra.

”Di jalan Kenanga.” Jawabku.

”Oh, mau pulang sekarang apa?” Tanyanya lagi.

”Iyah, yuk...” Jawabku lagi.

Tak banyak obrolan antara kita dalam perjalanan pulang ke kostku. Yang aku bicarakan dengannya hanya soal kost-kostan. Ternyata kostnya deket sama kostku. Sama-sama di jalan Kenanga. Cuman beda beberapa rumah ajah. Tapi, itu kostnya dia yg dulu. Sekarang udah pindah kost didaerah Sumampir.

* * * * * * *

Hari demi hari kulalui. Sedikit demi sedikit waktu berjalan, telah terjalin cerita antara aku dan Putra. Kita mulai akrab dan selalu ada canda Sellatara kita. Disetiap jejak langkah kakiku. Alunan hembusan nafasku. Degup jantungku yang berdetak. Bayangannya tak pernah lepas dari setiap ingatanku. Selalu hadir menghantui kehidupanku. Selalu menemani aku berjalan. Satu demi satu langkah, mengikuti kemanapun aku pergi. Dimanapun aku berada. Dia selalu menjadi bayanganku.

Aku suka berteman dengan Putra. Abis, dia orangnya baik sih dan bisa bikin hari-hariku ceria. Ternyata dia emang gak sombong seperti anggapanku dulu. Dia mudah bergaul dengan siapapun. Tapi, aku tambah heran lagi. Kenapa ia jadi gak deket sama Ani. Bahkan, aku tak pernah melihat mereka berduaan ataupun hanya sekedar ngobrol.

Hidup memang sulit dipahami. Selalu penuh dengan lika-liku. Berubah-ubah dari zaman lalu ke zaman yang akan datang. Aku menghargai hidupku saat ini. Kubuka lembaran baru yang kuisi dengan suka duka kehidupan. Kulupakan semua masa laluku, tentang Rahim, Yudhan, Mas Dias, dan Hendra (bujubune, banyak amat mantannya) J. Aku ingin menyongsong masa depanku. Tapi sama siapa ya? Sama Andi atau Putra?

Sepertinya kesukaanku pada Andi makin memuncak tiap harinya. Walaupun sayang harapanku tak terbalaskan. Tetapi aku tetap bisa berteman dengan Andi. Karena rahasia hati Sella tidak pernah terbongkar. Dan Andi pun tak pernah tahu kalau Sella menyukainya. Atau mungkin...Andi tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Entahlah...

Sedangkan kedekatanku pada Putra pun makin memuncak tiap harinya. Ada kebahagiaan tersendiri bila Sella sedang bersamanya. Dimanapun Sella berada, disitu pasti selalu ada Putra.

Apa yang Sella rasakan? Memudarnya harapan tentang Andi dan menghilangnya kepergian Hendra telah membuka hatinya untuk orang lain. Pantaskah semua ini dirasakannya?

* * * * * *

Hari ini ulang tahunku. Seharusnya dihari yang spesial ini, aku merasa bahagia. Tapi, senin pagi ini aku malas sekali beranjak dari tempat tidurku. Padahal riuk picuh anak-anak kost sudah terdengar kicauan senam mulutnya. ”Uh... berisik banget sih.” Kesalku dalam hati. Kutarik kembali selimut untuk menutupi seluruh tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tapi ternyata, mata ini sudah tidak mau kompromi lagi untuk dipejamkan.

Aku tersentak kaget. Teringat suatu hal kalau aku ada janji untuk pergi dengan Putra hari ini. Putra mengajakku jalan-jalan. Tapi tidak seperti biasanya. Biasanya Putra hanya mengajakku jalan-jalan muter-muter kota dengan sepeda motornya. Tapi kali ini berbeda. Dia mengajakku ke taman kampus. Hi... mungkin biar lebih romantis kali yee...

Sella langsung loncat dari kasur dan menyerbu ke kamar mandi. Tak dihiraukannya anak-anak kost yang pada bengong melihat tingkahnya yang udah mirip kaya maling dikejar warga se-RT. Gubrak! Pintu kamar mandi di banting. Pikir anak-anak di kost yang lagi pada asik menyantap sarapan paginya, ”Kenapa tuh si Sella? Kumatnya kambuh lagi apa? Kesetrum listrik ribuan watt kali? Belom dikasih obat kali? Gila kali?” dan lain-lain macam-macam cercaan muncul dari mulut anak-anak kost.

Sella disibukkan dengan berbagai macam kostum. Disemprotkannya parfum keseluruh tubuhnya. Hmm...wangi! Sella sudah siap-siap berangkat. Aku masih gelisah menanti handphoneku berbunyi. Terlintas kembali tanggapan Kakakku beberapa waktu yang lalu.

”Kakak gak suka kalo kamu pacaran.” Ucap Kakakku dengan tegasnya. ”Ngapain sih pake pacaran-pacaran segala. Pacaran tuh dosa. Kalo kamu mau langsung nikah ajah.” Nasihat Kakakku yang panjang lebar tak ada henti-hentinya. ”Kakak rela kok kalo kamu nikah duluan daripada Kakak.”

Semangatku untuk bertemu dengan Putra jadi ”down”, karena teringat pesan-pesan Kakakku yang telah menyayat hatiku. Apa yang harus aku lakukan. Sella sudah terlalu dekat dengan Putra. Sella merasa, Putra akan memintaku jadi pacarnya hari ini. Dan untuk menolak dan menghindari Putra, Sella sudah merasa tidak sanggup lagi. Sangat sulit untuk dilakukan. Karena jujur saja, Sella merasa senang jika berada bersama Putra. Walaupun perasaan cinta belum tumbuh dihatiku. Tapi aku yakin, suatu saat aku pasti bisa mencintai Putra.

Banyak yang kita bicarakan seharian ini. Semua cerita tentang aku dan semua cerita tentang Putra, bahkan tentang keluarga, teman dan mantan-mantan pacar. Kita berbagi cerita untuk lebih saling mengenal lebih satu sama lain. Ditaman kampus, kita duduk di dekat kolam sambil melihat dua anak kecil yang sedang bermain-main di pinggir kolam.

Sehembus angin yang bertiup menyentuh napasku hingga merasuk kedalam hatiku. Burung-burung yang terbang bebas melintasi bentangan langit biru. Seberkas cahaya rembulan menyinari indahnya malam. Ada sebuah kecemasan di dalam batin Sella.

Sesampainya didepan pintu kost Sella, Putra menunjukkan sesuatu pada Sella. Dia membawa sebuah cokelat Cadburry dan sebuah permen Chupa Chups. Aku suka kedua-duanya dan tanpa dosa langsung kuambil kedua benda itu dari tangan Putra.

”Wah...buat aku yah?” Pinta Sella dengan manjanya.

Putra seperti orang kebingungan lalu menjawab, ”Ya udah deh.”

”Asik...makasih ya, Put.” Tawa Sella dengan riangnya karena mendapatkan dua-duanya.

Tapi dengan santai, Putra bicara pada Sella. ”Padahal aku mau nyuruh kamu milih salah satu.”

”Milih apa?” Bingung Sella.

”Aku suka sama kamu, Sel. Aku mau kamu jadi pacarku. Kalo kamu nerima aku, kamu milih permen itu. Tapi kalo kamu nolak aku, kamu pilih cokelat itu.” Putra menjelaskan dengan raut wajah yang gugup.

Aku melongo beberapa saat, tetapi beberapa detik kemudian aku pun jadi ikut-ikutan gugup. Aku sadar Putra sedang menunggu jawabanku. Tapi aku mencoba semampuku untuk membuka mulut walaupun rasanya mulut ini seperti terkunci dari dalam.

”Kamu kan tahu gimana Kakakku, Put.” Bicaraku meyakinkan Putra.

”Jawaban ada ditangan kamu, Sel.” Putra menatapku tanpa sedikitpun berkedip.

”Aku gak tahu...Aku gak bisa...” Aku membalikkan badan membelakangi Putra. Aku takut dengan tatapannya yang membuatku iba. Sesaat tercipta hening diantara kita.

Putra memegang kedua pundakku. Ia mendekatkan bibirnya didekat telingaku. Dengan agak berbisik, dia berkata ”Aku akan menunggu sampai kapanpun.”

Malam hari ini menjadi saksi bisu bahwa awal cerita cinta baru saja akan dimulai. Aku akan membuka lembaran baru bersama Putra. Aku berharap, cinta yang Putra berikan dapat membuatku pun belajar mencintainya. Ya..., aku akan belajar. Aku akan berusaha. Lalu, bagaimana dengan Kakakku?

* * * * * * *

Hhh...kuhela napas berkali-kali. Rasa lelah kuhempaskan. Udara malam ini mulai masuk melalui celah-celah pintu dan ventilasi kamarku. Kupandang sebuah mawar merah didalam kristal yang terpajang dalam meja belajarku. Mawar merah kristal pemberian dari Putra. Didalamnya terukir sebuah kata ”I Love You”.

”I Love You Too,” bisikku dalam hati.

Kugenggam mawar merah kristal itu dan kudekap erat-erat untuk menemani aku tidur malam ini. Aku sudah merasa ngantuk. Kubiarkan buku diari masih tergeletak di meja belajarku. Segera ku beranjak ke kasur sambil membawa mawar merah kristalku.

Masih terbayang kenangan bersamanya hari ini. Satu bulan sudah aku jaSella dengan Putra. Walaupun aku tak tahu apakah ”bingkai pacaran” melekat pada diri kami. Sedangkan sebulan yang lalu aku menolaknya. Tapi aku tak butuh bingkai itu. Aku tak butuh status itu. Yang aku butuhkan adalah saling menyayangi, saling mencintai. Dan kita sudah berjanji untuk setia selamanya.

Lelapku terhanyut alam mimpi... Zzz...

* * * * * * *

Purwokerto, 18 Oktober 2008

Dian Putri Prameswari

0 comments: